Ditulis Oleh ; Suci Rafifah, S.Pd.
Pada siang hari yang cerah, kumpulan awan menari di langit yang biru, Tamim melangkah ke dapur dengan wajah murung.
“Ada apa, Tamim?” tegur Ibun.
“Tamim minta maaf ya, Bun,” jawab Tamim seraya memberikan selembar kertas kepada Ibun.
“Oh, karena ini anak Ibun terlihat sedih,” jawab Ibun.
“Apa yang membuat Tamim sedih? Apakah karena hasilnya?” tanya Ibun sambil mengajak Tamim untuk duduk di ruang makan.
“Tamim sudah belajar dengan sungguh-sungguh. Namun, hasilnya membuat Tamim kecewa dengan diri sendiri, Bun,” jawab Tamim dengan wajah kecewa.
“Ibun ingin bertanya, apakah Tamim mengerjakan ulangan dengan jujur?” tanya Ibun kembali.
“Sungguh, Tamim kerjakan dengan jujur. Karena, Allah melihat Tamim,” jawab Tamim.
“Ibun bangga kepada Tamim yang sudah berusaha jujur,” jawab Ibun menenangkan.
“Jujur merupakan akhlak terpuji yang membuat Kita lebih berharga, Nak,” jawab Ibun seraya memeluk Tamim.
“Dan janganlah kamu (merasa) lemah dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang yang beriman.” (Q.S. Ali ‘Imran 3:139). ***