Ditulis Oleh ; Indri Ristiani, S.Pd.
Sore hari, di suatu taman banyak anak-anak sedang bermain, mereka sedang mendiskusikan tugas sekolah, tiba-tiba Sultan datang menghampiri.
“Sedang apa kalian?” tanya Sultan.
“Sedang bermain … kamu mau gabung?” jawab Dinda.
“Iya, ayo sini …” sahut Hasna.
“Oke lah kalau begitu,” kata Sultan.
Ketika mereka sedang asyik bermain, datanglah Riki, Rafi, dan Rere.
“Eh anak miskin … ngapain kamu di sini?” tanya Riki mengejek.
“Saya lagi main sama Hasna dan Dinda,” jawab Sultan.
“Berani-beraninya ya kamu main bersama mereka, kamu itu miskin, jelek, hitam pula,” ucap Rafi.
“Iya, bener Fi …” kata Rere sambil mendukung perkataan Rafi.
Sultan tampak sedih.
“Rh kalian tidak boleh seperti itu, kita ini sama, satu bangsa …” ujar Dika.
“Alah, sok pembela nih.”
“Iya Ki, kita tidak boleh saling mengejek dan menghina teman,” kata Hasna.
“Ha … ha … ha … aduh drama apa ini, suara mu pelan dasar sunda,” ejek Rere.
“Re, jangan suka bawa-bawa suku,” sahut Karin.
“Iya, Re …” ucap Lia.
“Dasar jawir …” kata Rere sambil nunjuk ke Karin.
“Hmm, batak!” sahut Rafi sambil nunjuk Lia.
Suasana pun mulai tidak kondusif. Akhirnya terjadilah adu mulut antara Rafi dan Lia.
“Eh kalian, sudah-sudah … sudah,” kata Dinda sambil memisahkan Rafi dan Lia.
“Kata pak guru kita semua sama, tidak boleh saling mengejek dan berantem sesama teman. Jadi, perhatikan!” nasihat Dinda sambil memegang 1 buah sapu lidi dan 1 ikat sapu ladi.
Dinda mematahkan 1 buah sapu lidi dan mematahkan 1 ikat sapu lidi, apa yang terjadi?? 1 buah sapu lidi patah menjadi 2 bagian sedangkan 1 ikat sapu lidi tidak bisa patah.
“Nah, di sini dapat disimpulkan bahwa manusia itu tidak bisa hidup sendiri, karena manusia makhluk sosial yang saling berdampingan antara yang satu dengan yang lain. Kalian silakan saling bermaafan dan tidak boleh terulang Kembali,” ucap Dinda.
Akhirnya mereka saling bermaafan dan berjanji tidak akan terulang lagi, sambil mengucapkan, “Bersatu Kita Teguh Bercerai Kita Runtuh.” ***