Ditulis Oleh ; Jusmiati, S.Pd.SD.
Ina, gadis kecil berumur delapan tahun dengan senyum cerahnya, harus meninggalkan kampung halamannya yang tenang dan pindah ke kota Bengkulu yang ramai. Di sana, ia tinggal bersama ayuknya yang sedang duduk di bangku SMP. Kehidupan di kota sangat berbeda dengan di desa. Ina harus beradaptasi dengan lingkungan, teman-teman dan sekolah baru.
Hari-hari pertama di sekolah, Ina merasa canggung dan sendirian. Namun, kepolosan dan semangatnya perlahan menarik perhatian teman-teman sekelasnya. Sayangnya, perhatian itu datang dalam bentuk yang tidak menyenangkan. Ratih dan Yeni, dua anak perempuan suka bertindak semena-mena, mulai menjadikan Ina sasaran perundungan.
Awalnya, perundungan itu hanya berupa ejekan ringan. Namun tindakan mereka semakin menjadi-jadi.
“Lihat tuh, baju dia, lusuh! Pasti belum pernah ke mall!” ejek Ratih.
“Iya, kampung banget!” timpal Yeni sambil tertawa.
Kata-kata mereka menusuk hati Ina, namun Ina berusaha untuk tetap kuat. Ia ingat pesan ayahnya, “Jangan pernah menyerah, Nak. Selalu jadi dirimu sendiri.”
Suatu hari, Ratih dan Yeni mengancam Ina, mereka meminta uang jajan Ina.
“Kalau kamu tidak mau ngasih, kita akan pukul kamu sampai babak belur!” ancam Ratih.
Ina ketakutan. Namun, ia tidak mau menyerah begitu saja. Dengan suara bergetar, ia berkata, “Aku tidak punya uang. Kalian jahat!”
Mendengar jawaban Ina, Ratih dan Yeni semakin marah. Mereka mulai mendorong dan meninju Ina.
“Tolong … tolong!” teriak Ina sekuat tenaga.
Untungnya, Karin mendengar teriakannya.
“Hentikan! Kalian tidak boleh seperti ini!” bentak Karin. Mereka akhirnya pergi meninggalkan Ina.
Konflik antara Ina, Ratih, dan Yeni semakin memanas ketika Ratih dan Yeni menyebarkan rumor buruk tentang Ina di seluruh sekolah. Mereka mengatakan bahwa Ina adalah pencuri dan suka berbohong. Rumor itu membuat teman-teman lain menjauhi Ina. Ina merasa sangat sedih dan kesepian. Saat jam istirahat, Ratih dan Yeni kembali mengganggu Ina. Mereka meneriakkan kata-kata yang menyakitkan.
“Pencuri! Pembohong!” teriak Ratih.
Ina tidak tahan lagi. Air matanya tumpah. Ia berlari keluar kelas dengan tersedu sedan. Karin segera menyusul Ina dan memeluknya erat. Karin mengajak Ina menemui Ibu Nuri. Mereka menceritakan semua yang terjadi. Ibu Nuri memutuskan untuk mengadakan rapat besar yang bertujuan untuk membahas masalah perundungan ini.
“Perundungan adalah tindakan kekerasan yang dapat merusak kehidupan seseorang,” tegas Ibu Nuri. “Kita semua harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman bagi semua siswa.”
Ina diberi kesempatan untuk menceritakan pengalaman pahit yang dialaminya. Semua yang hadir terdiam mendengar kisah pilu Ina. Setelah Ina giliran Ratih dan Yeni. Dengan wajah yang penuh penyesalan, mereka mengakui kesalahan dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Orang tua Ratih dan Yeni merasa sangat malu, mereka minta maaf kepada Ina dan berjanji akan mendidik anak-anak mereka dengan lebih baik.Sebagai bentuk hukuman atas perbuatan mereka, Ratih dan Yeni harus mengikuti konseling, melakukan kegiatan sosial di sekolah dan harus menulis surat permintaan maaf.
Ibu Nuri berpesan. “Ina, kamu adalah anak yang kuat dan berani. Jangan pernah takut untuk melawan perundungan. Laporkan setiap perundungan yang kamu alami kepada guru atau orang tuamu.”
Ina merasa lebih percaya diri dan tidak lagi merasa sendirian. ***