Ditulis oleh: Citra Pangestuti Lestari, S.T.P.
Seburuk-buruk pemimpin adalah aku, jika aku memakan bagian yang enak, sedangkan aku memberikan tulangnya untuk orang orang.
Adik-adik tersayang, mari simak kisah Umar bin Khattab. Seorang pemimpin yang tegas, tapi berhati lembut. Rasa takutnya akan hisab Allah di akhirat amatlah besar.
Umar pernah bertutur, “Seandainya seekor keledai terperosok ke sungai di Baghdad, niscaya Umar akan dimintai pertanggungjawaban (oleh Allah) dan ditanya, mengapa engkau tidak meratakan jalan untuknya.”
Khalifah Umar menghabiskan waktunya untuk melayani rakyat. Beliau berkeliling di malam hari untuk memeriksa kondisi rakyatnya. Bahkan, ada kisah Umar pernah memanggul sendiri karung gandum untuk keluarga yang kelaparan.
Dikisakan pada masa pemerintahan Umar, pernah terjadi paceklik yang panjang. Kekeringan dan kelaparan di mana-mana. Suatu hari beberapa orang menyembelih unta. Umar mendapatkan bagian punuk dan hati.
“Dari mana ini?” tanya Umar.
Mereka menjawab, “Dari unta yang kita sembelih hari ini.”
Umar berkata, “Seburuk-buruk pemimpin adalah aku, jika aku memakan bagian yang enak, sedangkan aku memberikan tulangnya untuk orang-orang. Singkirkan piring ini, berikan makanan selain ini!” Ketika
dihidangkan roti dan minyak, Umar justru mengirimkannya untuk penghuni rumah Yatsmagh.
Umar ikut merasakan kelaparan yang dialami rakyatnya. Beliau bersumpah tidak makan daging dan lemak sampai rakyatnya hidup sejahtera. “Bagaimana aku bisa mementingkan urusan rakyat, jika aku tidak mengalami apa yang mereka alami,” tuturnya.
Umar memegang teguh sumpahnya hingga paceklik berakhir. Orang-orang di sekitarnya bercerita, “Jika Allah tidak menghilangkan kekeringan tahun paceklik, kami mengira Umar akan meninggal karena prihatin dengan keadaan kaum muslimin.”
Demikianlah besarnya cinta Umar, sang pemimpin yang mencintai rakyatnya.