Ditulis oleh: Lina Mariyana
Salman Al-Farisi mengusulkan menggali parit ke sekeliling kota untuk menghalangi musuh
Suatu sore, Bunda mengajakku ke taman dekat rumah. Di perjalanan, kami melewati saluran air yang mengalir tenang. Tiba-tiba, aku teringat cerita Bu Aisyah, guru agamaku di sekolah.
“Anak-anak, apakah kalian pernah mendengar kisah Rasulullah melawan orang-orang kafir? Beberapa peperangan terjadi, bahkan di saat umat Islam sedang menjalankan ibadah Ramadan.” Aku membayangkan kesulitan orang-orang mukmin di zaman itu.
“Salah satu perang yang terjadi di bulan Ramadan adalah Perang Parit,” lanjut Bu Aisyah. Sampai di sini, aku bertanya dalam hati, mengapa disebut Perang Parit? Sayangnya, bel istirahat sudah berbunyi.
“Bunda … apakah Bunda tahu tentang Perang Parit? Mengapa disebut seperti itu?”
“Waah … anak Bunda penasaran, ya?”
“Perang Parit dikenal juga dengan Perang Khandaq. Ada juga yang menyebutnya Pertempuran Kecerdasan. Saat itu, pasukan kaum Quraisy
berjumlah 10.000 orang, sedangkan umat Islam hanya 3.000 orang. Seorang sahabat, Salman AlFarisi, mengusulkan, “Ya Rasulullah, di negeri kami, Persia, biasanya warga menggali parit ke sekeliling kota untuk menghalangi musuh.” Rasulullah pun sepakat.
Dibuatlah parit sepanjang 5.544 meter, lebar 4,62 meter, dan kedalaman 3.234 meter. Keimanan pada Allah membuat Rasulullah dan para sahabat berjuang tanpa kenal lelah. Akhirnya, perang tersebut dimenangkan oleh umat Islam.”
“Rasul dan sahabat hebat ya, Bunda. Aku ingin seperti mereka.”
“Pasti dong, makanya Bunda beri kamu nama Ramadan Al-Farisi agar bisa sehebat sahabat Salman Al-Farisi.”