Ditulis Oleh : Kunaeni Mustahar
Namaku Aldi, aku kelas 4 SD. Tahun ini, aku punya keinginan besar: ikut berqurban saat Idul Adha.
“Ayah, Aldi pengin nabung biar bisa qurban tahun ini. Boleh ya?” kataku.
Ayah tersenyum sambil mengelus kepalaku.
“Boleh banget. Itu niat yang baik, Nak. Yuk, kita mulai dari sekarang.”
Sejak hari itu, aku mulai menabung di celengan ayam warna merah. Setiap ada sisa uang jajan, langsung kumasukkan ke celengan. Kadang cuma seribu, kadang dua ribu. Tapi aku senang. Teman-temanku sempat heran.
“Aldi, kenapa sekarang nggak pernah beli es krim lagi sih?” tanya Dino.
“Soalnya aku lagi nabung buat qurban,” jawabku bangga.
“Hebat banget!” kata Lala, teman sekelasku.
Bulan demi bulan berlalu. Kadang aku ingin menyerah. Apalagi saat lewat di depan toko mainan dan melihat robot impianku diskon besar.
“Aldi mau beli nggak?” tanya Ayah waktu kami lewat.
Aku diam sebentar. Lalu menggeleng.
“Enggak, Ayah. Aldi ingat tujuannya.”
Ayah tersenyum bangga.
“Kamu hebat. Menunda keinginan itu tidak mudah, lho.”
Akhirnya, beberapa minggu sebelum Idul Adha, aku membuka celengan bersama Ayah. Kami hitung bersama. Uangnya belum cukup untuk beli satu kambing, tapi cukup untuk ikut patungan qurban bersama teman-teman masjid.
“Kita bisa ikut qurban bersama teman-teman. Nanti beli sapi dan dibagi tujuh orang. Aldi termasuk salah satunya,” kata Ayah.
Aku langsung melonjak senang. ***