Ditulis Oleh: Ita Masitoh, S.Ag., M.Pd.I.
“Pak … Bu … ada yang berkelahi di lapangan!” teriak anak-anak melapor kepada gurunya.
“Siapa yang berkelahi?” tanya Bu Guru.
“Fardan dan Nino, Bu!” seru salah satu anak.
Segera Ibu Diana dan Pak Budi bergegas menuju lapangan untuk menghentikan aksi perkelahian Fardan dan Nino.
“Stop, hentikan … sudah-sudah! Ayo, ikut Bapak ke kantor!” kata Pak Budi sambil melerai perkelahian. Sementara itu, Bu Diana membangunkan Nino yang terjatuh dipukul Fardan.
“Sebenarnya ada apa ini, sampai kalian berkelahi lagi? Tidak bosan ya, ayo coba jelaskan Fardan?” tanya Pak Budi.
“Tanya saja sama Nino!” jawab Fardan dengan santainya.
“Begini Pak, setiap saya makan, Fardan selalu minta makanan saya. Sudah saya beri, tapi masih minta lagi, begitu setiap hari. Ketika saya mau pindah tempat, dia tekel kaki saya hingga terjatuh dan makanan saya tumpah semua,” jelas Nino penuh emosi.
“Benar seperti itu penyebabnya?” tanya Pak Budi.
“Iya, karena dia pelit Pak!” balas Fardan.
“Sudah, sekarang kamu minta maaf sama Nino, ya!” pinta Pak Budi.
Begitulah Fardan, setiap hari dia selalu buat ulah. Ketika ditanya alasannya, dia selalu menyalahkan teman sebagai penyebabnya.
Esok harinya saat istirahat, Bu Diana melihat Fardan duduk di sudut lapangan sedang memperhatikan teman-temannya bermain. Bu Diana segera mendekati dan duduk di sebelahnya sambil mengajak berbicara.
“Kamu tidak ikut bermain dengan mereka, Fardan?” tanya Bu Diana.
“Malas Bu, mereka tidak asyik,” jawab Fardan.
“Kamu tidak makan?” tanya Bu Diana lagi.
“Sudah habis dari tadi, Bu,” jawab Fardan.
“Kamu masih lapar?” tanya Bu Diana.
Tanpa menunggu jawaban Fardan, Bu Diana langsung menarik tangan Fardan untuk mengajak masuk ke ruang guru.
“Makanlah, Ibu tahu kamu masih lapar!” pinta Bu Diana
“Lalu Ibu makan apa?”
“Ibu masih kenyang. Habiskan ya, setelah ini kita bicara,” ucap Bu Diana.
Selesai makan, Bu Diana memulai pembicaraan santai dengan Fardan.
“Fardan, sekarang tinggal sama siapa di rumah?”
“Sama Mama dan Mbak.”
“Oh, Mbak yang suka jemput kamu pulang ya?”
“Iya, dia pembantu Mama. Papa sudah tidak tinggal bersama kami sejak Mama sakit.”
“Sudah lama Mama sakitnya?”
“Sejak aku masuk TK. Aku belajar sama Mbak, tapi sekarang aku belajar sendiri karena Mbak sibuk urus Mama yang kena stroke,” katanya lirih.
Sejenak Bu Diana terlarut dengan cerita Fardan, terbersit dalam hatinya ingin menolongnya. Fardan sebenarnya anak yang tergolong cerdas, dia cuma kurang kasih sayang dan bimbingan saja, pikir Bu Diana dalam hati.
“Boleh Ibu main ke rumahmu?”
“Boleh,” jawabnya dengan nada senang.
Sejak hari itu, Bu Diana membantu Fardan belajar, memberi motivasi, dan sering mengajak berdiskusi sehingga timbul semangat Fardan untuk berubah jadi anak yang baik. ***