Ditulis Oleh: Mar’atus Solihah
Hujan turun tak akan lama. Lihatlah indah pelangi setelahnya. Jangan sedih, ya!
“Benar, kan Ma? Besok aku tatap muka?” cecar Mayra.
“Iya, Sayang. Yuk, tidur! Supaya besok enggak kesiangan.” Mama membujuk sambil menyelimuti anak semata wayangnya.
“Baik, Ma.” Senyum tersungging di sudut bibir Humayra hingga terlelap.
Pagi menjelang. Kokok ayam bersahutan. Namun, mentari pagi belum tampak.
“Oh, sepertinya akan turun hujan.” Mama cemas memperhatikan langit yang diselimuti awan hitam.
“Kak, ayo bangun, sudah pagi!”
“Hmmm … Kakak masih mengantuk, Ma.” Humayra mengerjap ngerjapkan matanya.
“Kenapa di luar gelap sekali, Ma?” tanyanya ketika melongok ke jendela.
“Sepertinya akan turun hujan, Kak,” jelas Mama. Seketika raut mukanya berubah. Dia teringat ini adalah hari pertamanya PTMT.
“Jika hujan turun, pasti akan sangat merepotkan,” pikirnya.
“Aduh, gawat! Padahal aku mau sekolah, hiks.”
“Jangan sedih, Kak. Hujan adalah anugerah. La tahzan, ya!”
“Blarrr.” Petir menyambar membuat Humayra mendekap erat mamanya.
“Huh, semua gara-gara hujan!” Humayra berdengkus kesal.
“Hujan adalah rahmat dari Allah. Lihat, tanaman yang gersang sekarang tersiram air hujan. Nanti mereka akan menumbuhkan bunga yang indah dan buah-buahan yang lezat.
“Hiks, iya, Ma. Tapi sekolahku bagaimana?”
“Kalau hari ini belum memungkinkan, masih ada hari esok, kan?”
“Baiklah, Ma. Semoga besok cuacanya cerah,” harap Humayra.
Kemudian dia berdoa, “Allahumma shoyyiban Naafian. Ya Allah, semoga hujan ini bermanfaat. Amin.” ***