Ditulis Oleh: Rinda Dwiguslita
Rara menatap gerimis yang turun satu-satu. Tangannya terulur keluar jendela sehingga rintik yang turun sebagian membasahi jemarinya. Tangannya yang lain, memegang kalung yang bertengger di lehernya. Kalung pemberian Ayah dua tahun lalu saat kenaikkan kelas.
“Ini Ayah belikan kalung karena kamu sudah mampu mempertahankan juara kelas,” ucap Ayah saat itu.
Rara tersenyum senang.
“Terima kasih, Ayah,” ucapya manja memeluk erat ayahnya.
Ayah memang selalu memberikan yang terbaik buat Rara meski tanpa diminta. Ada banyak hadiah dari Ayah yang menghiasi kamarnya. Kini, setelah dua tahun Ayah meninggal, Rara masih sering merasa sedih, terlebih saat hujan menjelang senja. Ada nuansa muram yang menarik dirinya untuk sejenak bernostalgia dengan Ayah.
“Rara, lagi ngapain?” panggil Ibu.
Rara menoleh menatap Ibu sambil menghapus air matanya. Dia menggeleng dan tersenyum ke arah Ibu.
“Enggak lagi ngapa-ngapain kok Ibu,” sahutnya.
“Ingat Ayah?” Ibu memeluk erat Rara. Gadis kecil itu menganggguk dalam dekapan Ibu.
“Kita sedekah surah Al-Fatihah buat Ayah ya,” kata Ibu.
Rara kembali mengangguk. ***