Ditulis Oleh: Serli Susilowati
Ayahku adalah seorang seorang pesilat yang tangguh, aku sangat bangga memiliki Ayah seperti ayahku. Sebagai pesilat yang tangguh, Ayah mendidikku agar menjadi pesilat yang tangguh juga. Besok adalah hari pertandingan Ayah dengan sahabat sesama pesilat yang lainnya, pertandingan kali ini sangat menarik karena hadiahnya uang yang sangat besar.
Pertandingan pun dimulai, semua berteriak pasti Ayah akan menang, karena Ayah sudah sangat terkenal. Tapi pada akhir pertandingan ternyata Ayah dinyatakan kalah dari lawannya.
Aku juga kecewa pada Ayah.
“Ayah, kenapa Ayah kalah, harusnya Ayah bisa menang dan mendapatkan hadiah uang yang sangat banyak itu, Ayah,” protesku pada Ayah.
“Nak, saat Ayah lihat lawan Ayah yang ikut lomba, sepertinya lawan Ayah lebih membutuhkan uang hadiah itu untuk biaya operasi anaknya, jadi Ayah putuskan untuk mengalah agar lawan Ayah bisa menang dan mendapatkan hadiah itu,” terang Ayah.
“Oh, jadi Ayah sengaja mengalah seperti itu?” sambungku.
Ayah hanya mengangguk.
Kata Ayah, pemenang sejati mampu menang, tetapi belum tentu harus menang, bahkan mampu mengalah dengan bijakasana. Orang pintar mengutamakan untung rugi. Orang bijaksana ikhlas berkorban dan mau berbagi. ***