Ditulis Oleh: Alfan Khalif
Aku diajak oleh temanku untuk pergi jalan-jalan minggu depan ke berbagai tempat selama beberapa hari, tapi aku susah untuk mendapat izin dari ibuku. Sudah dipastikan 99,9 persen aku tidak diizinkan untuk pergi. Keesokan harinya aku memutuskan untuk meminta izin kepada ibuku, kalau ayahku sudah pasti mengikuti keputusan ibuku.
Kalau ibuku berkata tidak, ayahku akan berkata tidak, kalau ibuku berkata iya, ayahku akan berkata iya. Seperti yang aku perkirakan, ibuku tidak mengizinkanku pergi. Tapi aku punya rencana cadangan. Minggu depan aku akan pergi diam-diam, biarlah aku dimarahi. Satu minggu berlalu, rencanaku berjalan lancar, aku berhasil keluar rumah, dan otw ke rumah temanku.
Aku tidak sabar untuk pergi jalan-jalan bersama teman temanku. Tapi saat di jalan, handphoneku berdering, ada notifikasi dari ibuku. “Nak, kamu dimana, kok gak ada dirumah?” Aku hendak mengheningkan handphoneku agar tidak bersuara. Saat aku hendak berjalan lagi, aku mendadak berhenti, dan kenanganku bersama ibuku terputar di dalam kepalaku. Saat itu juga aku berbalik badan, kembali ke rumah, memeluk erat ibuku. Ibuku tidak mengatakan satu kata pun. Dia pasti tahu apa yang terjadi. Dan tanpa perkiraanku, Ibuku mengizinkanku pergi, dia yang akan mengantarkanku ke rumah temanku.