Ibu, aku ingin mengadu.
Tentang Tabebuya yang tak lagi rindang.
Dia menampik melindungiku dari terik dan hujan.
Ibu, aku ingin mengadu.
Tentang pagi yang menyambutku masam.
Membuang mukanya kala aku melantas.
Ibu, aku ingin mengadu.
Tentang terjal berkelok dakianku.
Dimana jatuh adalah irama pengiringku,
Sedangkan batu-batu tak sudi membantu.
Ibu, aku ingin mengadu.
Tentang kemarau yang mengeringkan telagaku.
Tak bisa lagi aku berkaca menemukan wajahku.
Namun ibu,
Aku kelu.
Metamorfosa memilih membeku.
Keras dia menamparku.
Menampakkan putaran siluet tegakmu.
Tak mundur membawaku menghirup dunia.
Tak tumbang kala gulana menerpa.
Tak tunduk pada alot yang menyapa.
Tak takluk pada sukar yang menyambang.
Jalinan kata terpaku, Ibu.
Dia menegakkan kepalaku,
Menyorongkan fakta ada hangatnya pelukmu.
Ada sorot mata yakinmu.
Ada dzikir yang tak pernah berujung.
Ada bulir air mata tanpa suara di sujud panjangmu.
Mendoakanku.
Ibu, ambyar keluhku.
Jika harus bersanding dengan kisahmu.
Detik di saat panggilan Ibu
Tersemat di dadamu. ***