Ditulis oleh : Maelina Susianti
Aleesha turun dan menghampiri ibunya.
“Ibu, tahu Florin kan? Teman yang pernah aku cerita kepada Ibu?” tanya Aleesha.
“Iya, gadis yang Aleesha kagumi di sekolah kan,” jawab Ibu.
“Hari ini dia menyakitiku, Bu. Aku tidak bermaksud menjadi peniru. Aku hanya suka dengan gambarnya. Jadi, tadi di sekolah, aku menggambar apa yang Florin gambar,” jelas Aleesha.
Ibu memeluk anak gadisnya yang tiba-tiba menangis.
“Lalu?” tanya Ibu.
“Aleesha dan teman-teman sekelas mengejekku. Mereka mengatakan kalau aku peniru,” jelas Aleesha.
“Aleesha, setiap karya itu ada hak ciptanya yang perlu kita hargai dan hormati. Begitu pula karya teman-teman Aleesha. Mungkin cara menegur Florin belum tepat. Namun, bukan berarti Aleesha tidak bersalah. Harusnya, sebelum menggambar, Aleesha meminta izin dulu kepada Florin,” ujar Ibu.
“Setiap manusia itu diberikan kecerdasan dan bakat yang berbeda-beda. Ada yang pandai dalam menggambar, akademis, musik, dan ada juga yang pandai dalam bersosialisasi. Menurut Ibu, meski akademis Aleesha biasa saja, tetapi dalam bergaul Aleesha sangat baik dan ramah. Itu adalah kelebihan yang Aleesha punya. Jadi, Aleesha harus percaya diri dan harus belajar untuk melakukan sesuatu berdasarkan kemampuannya sendiri!” sambung Ibu.
“Jadi, aku harus bagaimana sekarang?” tanya Aleesha menyesal.
“Besok, minta maaflah kepada Florin!” seru Ibu.
“Baik, Bu. Terima kasih nasihatnya, Ibu memang yang terbaik!” ucap Aleesha sambil memeluk ibunya. ***
Semangat bercerita yang menginspirasi lintas generasi
Verygood
Tankyou 😉