Ditulis Oleh: Rianto M. Aman
Sadar akan kesalahan, pintu keberhasilan.
“Anak-anak, ayo kita ke sungai, belajar berenang!” ajak Entok.
Semua anak sangat senang, kecuali Mintha, anak tertua. Mintha beranggapan, tanpa belajar pasti bisa, karena ia juga mempunyai kaki berselaput dan bulu berminyak seperti induknya.
Sebulan diajari induknya, mereka sudah pandai berenang dan mencari makan. Sedangkan Mintha lebih suka bermalasan dan menunggu makanan yang dibawakan induknya.
Di pagi yang cerah, sang Induk mengumpulkan anak-anaknya.
“Anak-anakku, kalian sudah besar, saatnya kalian mencari makan sendiri,” kata Entok
Semua anaknya menolak, karena Entok dianggap tidak lagi menyayangi mereka. Namun, dengan lemah lembutnya, Entok berhasil meredam kekesalan anak-anaknya, kecuali Mintha.
Anak-anak Entok berlarian ke sungai. Mintha terpaksa mengikuti adik-adiknya dengan malas. Sampai di sungai, mereka mencari makan. Sesekali menyelam sampai dasar sungai, sedangkan Mintha mencari makanan di pinggir sungai saja.
Sore harinya, mereka pulang dan bangga memamerkan temboloknya yang besar penuh makanan.
Entok sangat bangga kepada anak-anaknya, dipeluknya satu per satu. Ketika memeluk Mintha, Entok terkejut, terbersit kekhawatirannya.
“Kamu sakit Mintha?” tanya Entok.
“Tidak, saya hanya mendapat dua cacing kecil,” jawab Mintha
Entok menasihati Mintha. Walaupun memiliki kaki berselaput dan bulu berminyak, jika tidak dilatih, pasti tidak bisa digunakan. Bersyukurlah kepada Allah dengan rajin belajar. Mintha mengaku bersalah dan berjanji akan menuruti nasihat ibunya. ***