Ditulis Oleh: Nararya Haya Rakhman
Di sebuah pedesaan kecil ada seorang remaja yang mempunyai ketertarikan dengan pelajaran seni rupa. Teman-temannya sering memanggilnya “Lasik si Budak Seni” karena cintanya kepada seni, terutama seni patung. Lasik suka membuat berbagai patung dar i tanah liat sampai seragamnya kotor, karena cita-citanya adalah menjadi seorang seniman patung.
Seiring berjalannya waktu, nilai-nilai Lasik mulai memburuk dan mempengaruhi nilai rapornya. Hal ini diperburuk dengan adanya proyek akhir sekolah yang mengajak siswa-siswi untuk membuat karya bercerita dengan mencampur dua pelajaran kesukaan masing-masing. Mendengar tentang ini, Lasik merasa gugup. Proyek ini akan mempengaruhi rapornya, dan jika ia dapat nilai jelek, maka Lasik mungkin tidak bisa lulus SMA. Karena ini, ia pergi menemui guru seninya yang dulu pernah menjadi pemahat patung. Akhirnya, Lasik disarankan untuk belajar lebih giat dan menggabung hobinya dengan proyeknya.
Lasik menggunakan inspirasi dari patung-patung buatannya untuk membuat sebuah diorama bercerita, menggabungkan pelajaran seni, dan sastra bahasa Indonesia. Berbekal kardus dan tanah liat serta cat air, ia berhasil membuat sebuah karya yang bermakna, serta dikagumi oleh banyak siswa-siswi sampai dipajang di kelas. Senang melihat karya ini, Lasik pun merasa terdorong untuk meneruskan hobinya, serta mengejar cita-citanya sebagai seniman patung yang kreatif dan pantang menyerah dalam belajar. ***