Ditulis Oleh : Endang Fatmawati
“Hiks … hiks … aku tidak bisa apa-apa,” isak Lili sambil menunduk. Ibu memeluknya lembut.
“Kenapa bicara begitu, Sayang? Setiap anak itu berbakat!”
Lili merasa sedih dan terus merengek. Ia belum bisa melakukan story telling sebaik Kak Bunga dan seindah teman-temannya. Setiap kali mencoba bercerita, hasilnya tidak sesuai harapan. Ia jadi malas berlatih.
“Aku tidak punya bakat,” pikirnya.
Suatu sore, saat bermain di taman bersama Ibu, Lili melihat seekor anak kucing kecil yang kesulitan memanjat pagar. Ia terus jatuh, tapi tidak menyerah. Anak kucing itu terus mencoba, perlahan tapi pasti, sampai akhirnya berhasil melompati pagar impiannya.
“Lihat, Lili! Anak kucing itu tidak menyerah,” kata Ibu.
Lili jadi teringat dirinya. “Ibu, berarti aku juga tidak boleh menyerah, ya?” serunya.
“Betul sekali Nak! Kamu harus semangat untuk terus berlatih ya,” bujuk Ibu.
Lili pun rajin berlatih. Ia akhirnya sadar, bakat itu butuh diasah dan dikembangkan. Dengan semangat dan kerja keras, Lili perlahan menemukan bakat tersembunyi dalam bercerita. Ia menjadi story teller yang hebat. Teman-temannya selalu antusias mendengarkan ceritanya. Lili akhirnya mengerti, setiap anak memang punya bakatnya sendiri, yang penting adalah terus berusaha menjadi yang terbaik. ***