Maymunah MNC, S.Ag.
“Supaya kita bisa melakukan sesuatu sendiri, kita harus berani mencoba dan yakin bahwa kita bisa.”
Pagi tadi Ayah dan Bunda berpamitan untuk menjenguk tetangga yang sakit. Namun, mengapa sampai siang ini belum datang juga ya? Tiba-tiba saja perutku terasa lapar. Kubuka rice cooker, ternyata masih ada nasi. Kubuka lemari es, tampak tiga butir telur.
“Aha, aku bikin telur mata sapi saja. Disiram kecap, pasti lezat, seperti buatan Bunda,” gumamku dalam hati.
Aku mengambil wajan dan spatula yang tergantung di rak dapur. Kuletakkan wajan di atas kompor, lalu kutuang minyak ke dalamnya. Kata Bunda, minyaknya tidak perlu banyak. Kalau menyalakan kompor, apinya yang sedang saja. Ketika memecahkan telur, harus hati-hati. Kita bisa menggunakan pisau atau garpu untuk memecahkan cangkangnya. Lalu cairan telur, kita tuang ke dalam wajan dengan jarak tidak terlalu tinggi agar minyaknya tidak terpercik ke tubuh kita. Kuingat-ingat semua pesan Bunda saat aku belajar memasak telur mata sapi kesukaanku.
Kini cairan telur sudah berpindah ke dalam wajan. Bagian beningnya sudah mulai memutih, begitu pun dengan kuningnya. Kutaburi sejumput garam. Saat kuningnya baru setengah matang, langsung kuangkat tanpa membaliknya. Benar kan, seperti matanya sapi? hihihi …
“Yes, aku bisa!” kataku girang. Tak lama Bunda pun datang. Kemudian langsung kubuatkan lagi telur yang tersisa dan kami makan bersama.
“Waaah, Habibie hebat, telur mata sapinya meleleh sampaaai ke hati Bunda,” ujar Bunda bangga. ***