Ditulis Oleh ; Dwi Riyani
Luna anak pendiam berusia 8 tahun dan duduk di kelas 3 SD. Dia jarang sekali berbicara dengan teman dan gurunya. Di kelasnya dia terkenal anak pendiam dan bertubuh tinggi. Sehingga sering kali diejek oleh anak laki-laki. Suatu hari sepulang sekolah Luna mengadu sama ibunya.
“Ibu … besok Luna tidak mau berangkat sekolah lagi …” sambil membuang tasnya di lantai. Dengan sabar ibunya bertanya.
“Lho … memang ada apa, coba sini cerita sama Ibu.”
“Luna tidak mau sekolah lagi, teman-teman Luna terutama anak laki-laki selalu mengejek Luna, katanya Luna ini raksasa lah, kepala Dawangan lah, Odel-odel dan sebagainya,” cerita Luna pada ibunya sambil menangis.
Lalu ibunya berkata, “Luna sayang, mengapa kamu tidak bilang saja sama Pak guru atau Ibu guru yang ada di sekolah?”
Luna pun menjawab, “Luna tidak berani, nanti diancam sama teman Luna.”
Dengan penuh kelembutan ibunya pun berkata, “Luna sayang, Luna sekarang kan sudah besar, jadi harus berani, kalau Luna diam terus, teman-teman malah suka sekali mengejek Luna.”
Luna pun mengangguk tanda setuju.
Pagi begitu cerah. Sepertinya biasanya Luna bersiap-siap berangkat sekolah. Pukul 06.30 Luna sudah sampai di sekolah. Pak guru dan Bu guru pun sudah menyambutnya di depan pintu gerbang. Luna langsung masuk ke kelas dan duduk.
Dalam hati dia berkata, “Awas yaa, kalau berani lagi mengejekku akan kuadukan Bu guru.”
Memang benar, tak lama kemudian Ardi datang dan mengejek Luna. Luna diam saja, karna bel sekolah belum berbunyi tidak ada guru di kelas. Pukul 07.00 bel berbunyi semua anak masuk ke kelas. Tak lama kemudian Bu Rina pun masuk kelas, pelajaran segera dimulai. Semua anak sudah menerima pelajaran. Waktu terus berlalu hingga bel istirahat berbunyi. Ardi dan teman yang lain langsung saja mengejek Luna.
“Raksasa … raksasa!”
Luna lari menghampiri Bu Rina.
“Bu, tolongin Luna donk itu teman-teman selalu mengejekku.”
Lalu Bu Rina memanggil anak-anak, “Ardi, Arman, dan yang lainnya jangan sekali-kali mengejek atau menghina teman sendiri, mengerti!”
Serentak Ardi dan temannya menjawab, “Mengerti, Bu.”.
Bu Rina pun bergegas meninggalkan ruang kelas 3. Namun Ardi dan teman-temannya tetap saja mengejek Luna. Luna diam dan menangis. Nabila teman sebangkunya merasa kasihan melihat Luna.
“Lun … jangan menangis ya Ardi dan teman-temannya memang begitu.” Waktu terus berlalu bel pulang sekolah pun berbuny, sekolah pun sepi.
“Braaaak … braaakkkk …” suara itu sangat keras hingga terdengar Bu Maya.
“Eeee, kok anak Ibu tidak mengucap salam malah marah-marah?” tanya Bu Maya dengan lembut.
“Pokoknya Luna tidak mau sekolah lagi, teman-teman masih mengejek Luna terus, padahal Luna sudah adukan ke Bu guru, tapi tetap saja diejek,” cerita Luna pada ibunya.
Bu Maya memahaminya anaknya.
“Memang Luna dikatain apalagi?”
Sambil terisak Luna pun menjawab, “Luna dikatakan raksasa, raksasanya nangis.”
Kemudian Bu Maya memberi nasihat pada Luna.
“Besok kalau teman kamu bilang begitu jawab saja, berarti kamu kurcacinya, mau kan jadi anak buahku? Masih diejek lagi kalian tidak capek, tidak takut sama Tuhan, aku ini makhluk ciptaan Tuhan lho …”
Luna mengangguk dan bersemangat lagi. Sejak saat itu Luna jadi pemberani bahkan dia membela teman bila ada yang diganggu. ***