Ditulis Oleh ; Sri Handayani
Beberapa waktu yang lalu Pak Rudi datang ke rumah, menanyaiku tentang pembullyan yang dilakukan Dony Cs. Aku takut sekali karena Dony sudah mengancam akan menyakitiku kalo aku melapor pada guru.
“Dony pernah menceburkan sepedamu di empang milik Pak Soleh, benar begitu?” tanya Pak Rudi.
Aku kaget ternyata Pak Rudi sudah mendengar berita itu. Aku tetap diam tak berani menjawab. Sebenarnya aku sudah jemu dengan bullyan Dony. Pernah suatu hari, aku menjadi bulan-bulanan mereka. Saat pulang sekolah, mereka mencegatku dan menarik tasku. Mereka melempar- lemparkan dari satu teman ke teman gengnya. Geng Dony terdiri dari empat anak semuanya merupakan teman sekelasku. Mereka senang sekali ketika melihatku berlari berusaha menangkap tas tersebut dan tidak berhasil. Pelemparan berakhir saat tas terlempar ke comberan di pinggir jalan. Seperti tidak punya dosa, mereka meninggalkan aku yang berusaha menyelamatkan buku-buku dalam tas supaya tidak ikut basah dan kotor. Sayang sekali , aku tidak bisa menyelamatkan buku- buku itu. Aku hanya bisa menangis melihat bukuku kotor semua dan mereka meloncat- loncat gembira meninggalkan aku sendiri.
“Kalau kamu hanya diam, berarti kamu setuju atas kenakalan Dony ini!” kata Pak Rudi kemudian.
“Atau … kau takut bahwa Dony akan lebih membullymu kalau tahu kau telah melaporkan kenakalannya? Tak perlu takutlah karena Bapak akan sangat merahasiakan laporan kalian! Sebagai contoh, kau tahu siapa yang telah melapor pada Bapak?”
“Tidak, Pak.”
“Nah … mereka pun tidak akan tahu apa yang kamu laporkan pada Bapak.”
Mendengar ucapan pak Rudi tersebut aku lalu bangkit mengambil buku-bukuku yang kotor yang tidak bisa dipakai lagi. Aku ceritakan semuanya tentang kejadian waktu itu, dan kenakalan-kenakalan Dony padaku.
“Ini yang Bapak tunggu. Kalau kamu tidak buka suara bagaimana Bapak akan bisa membantu kalian. Kalian harus bersatu, untuk bangkit melawan kenakalan Dony dan kawan-kawannya ini !”
Sejak saat itu, aku sering diajak Pak Rudi berdiskusi menyusun strategi agar bisa melawan Dony. Pak Rudi sendiri ingin menangkap tangan saat Dony CS membullyku atau membully teman-teman. Berkat dukungan Pak Rudi, aku jadi tidak takut menghadapi Dony. Buktinya saat pulang sekolah sendirian seperti ini. Aku tenang saja.
“Berhenti!” tiba-tiba Dony dan gengnya sudah meloncat di depanku. Sepertinya mereka sengaja bersembunyi untuk mencegatku. Kali ini aku tidak boleh diam.
Aku harus melawan. Aku pasang kuda-kuda untuk waspada pada gangguan mereka.
“Hua ha … ha … ha … ada peningkatan sekarang kau ya. Pakai melawan segala, emang sudah jagoan?”
Aku tidak menjawab ejekan Dony. Aku terus waspada menjaga tasku agar tidak direbutnya. Ketika Dony berhasil menarik tasku.
Tiba- tiba ada tangan mencengkeram tangan Dony.
“Lepaskan! Cemen sekali kalian, beraninya keroyokan!”
Dony CS menurut saja seruan Pak Rudi. Kemudian mereka digiring kembali ke sekolah. Esok harinya, sekolah mengadakan breafing pagi dengan menu utama permohonan maaf Dony CS atas perlakuannya selama ini dan tidak akan mengulang lagi. Kini tidak ada lagi pembullyan di sekolahku. ***