Ditulis Oleh ; Euis Dian Budiani, S.Ag.
Matahari tampak begitu cerah. Seolah menambah panas suasana. Angin pun seperti yang enggan menyapa. Alifa sedang duduk dekat gubuknya sambil menyiapkan karung besar yang biasa ia pakai untuk memulung.
“Ya, Allah, mengapa hari ini sangat panas? Apakah alam juga tahu, kalau hatiku saat ini sedang panas?” gumam Alifa sambil sesekali menyeka keringatnya yang tak henti membasahi dahi dan keningnya.
Alifa adalah seorang bocah pemulung yang sehari-harinya mengais sampah dari satu tempat ke tempat lainnya. Namun, kegiatan memulung itu ia lakukan setelah pulang sekolah. Ya, Alifa adalah seorang pelajar di sebuah Sekolah Dasar Negeri di Jakarta. Alifa terpaksa harus memulung karena kedua orang tuanya tidak mampu membiayai sekolah. Alifa rela setiap hari mencari botol plastik untuk ia kumpulkan dan ia jual kepada pengepul. Alhamdulillah, dari hasil “mulung”nya Alifa bisa membeli buku dan alat-alat sekolah lainnya, meskipun yang harganya murah.
“Astaghfirulloh, apa yang aku katakan barusan? Maafkan aku ya, Allah. Sedikit pun aku tidak menyesali nasib yang telah Engkau gariskan untukku,” bisik Alifa dalam hatinya, ketika ia menyadari apa yang telah ia katakana tadi
“Nah, itu dia Alifa!” terdengar suara dari jauh. Sontak Alifa melihat ke arah suara tersebut. Terlihat seorang guru ditemani oleh beberapa siswa mendekatinya.
“Alifa, maaf Nak, bolehkah ibu dan teman-temanmu mengganggu waktumu, sebentar saja!” bujuk Bu Aisyah sambil memegang pundak Alifa.
“Emhh, boleh Bu, silakan!” jawab Alifa dengan sedikit gugup.
“Terima kasih, Nak!” sahut Bu Aisyah dengan suara lirih.
Bu Aisyah kemudian menjelaskan kedatangannya. Bu Aisyah ingin berterima kasih kepada Alifa, karena banyak hal yang telah Alifa lakukan dan sangat berpengaruh kepada teman-temannya. Alifa sendiri tidak menyadari hal itu, karena Alifa melakukan segala sesuatu karena Allah.
Awal tahun pembelajaran Alifa masuk sekolah, Alifa sering dirundung oleh teman-temannya, baik secara verbal bahkan sesekali Alifa mendapat perlakuan kasar berupa fisik seperti didorong dan lain-lain. Alifa sering dikatakan anak miskin, bau, kotor, dan kata-kata kotor lainnya yang menyakitkan. Alifa memang miskin, tetapi Alifa tidak kotor dan tidak bau. Mungkin Alifa terlihat kotor saat memulung, namun Alifa selalu terlihat rapi dan bersih ketika pergi ke sekolah karena Alifa tahu bagaimana cara merawat dirinya.
Alifa tidak pernah sedikit pun membalas cibiran dan bulian teman-temannya. Alifa mempunyai prinsip, ketika teman-temannya membuli Alifa hanya membalas dengan senyuman dan kata-kata yang baik. Dan Alifa membantah rundungan itu dengan membuktikan beberapa prestasi yang ia raih dalam beberapa lomba. Belum lama ini Alifa mendapat juara pertama lomba sains “Daur Ulang Limbah Plastik.”
“Terima kasih Alifa, Ibu sangat bersyukur dan bangga mempunyai murid sepertimu. Berkat karaktermu yang baik, teman-temanmu sekarang menyadari bahwa kamu adalah teman yang patut dicontoh dan dibanggakan.” Kata Bu Aisyah melanjutkan pembicaraannya.
“Semua teman-temanmu sekarang ingin meniru perilakumu yang begitu mulia” Kata Bu Aisyah memperjelas maksud kedatangannya. Aisyah mengangguk sebagai tanda mengiyakan ucapan Bu Aisyah.
Alifa bersyukur kepada Allah yang Maha membolak-balikkan hati manusia. Ia sangat senang dapat membawa pengaruh yang baik untuk teman-temannya. Semua kebaikan pasti akan kembali kepada dirinya sendiri, begitu pun sebaliknya, sebuah keburukan akan kembali kepada pelakunya.
“Semoga kebaikan ini akan terus mengiringi setiap langkahku,” Aisyah berbisik dalam hatinya. ***
Ma sya Allah,
Bangga menjadi bagian dari keluarga Leguti Media.
Terima kasih atas semua kesempatan baik yang telah diberikan kepada saya. Semoga cerita-cerita yang disajikan bermanfaat untuk seluruh pembaca dan dapat menginspirasi.